Senin, 21 November 2016

Dampak Pariwisata di Kota Malang




Dua bulan lalu, saya bersama teman saya mengunjungi kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Yap.. Malang. Kota yang cukup sejuk ini memang terletak di dataran tinggi sehingga angin pun terasa sepoy-sepoy meskipun di siang hari. Rencana berlibur ke Malang ini memang sudah dibicarakan jauh-jauh hari bersama teman dekat saya. Namun, rencana memang hanya rencana yang awalnya ada sekitar enam orang yang akan pergi, tapi hanya tiga orang lah yang akhirnya mendarat di Malang.

Kereta ekonomi menjadi pilihan kami, dan ini kali pertama kami menaiki kereta kelas ekonomi selama 17 jam! Dengan bangku 90o sebagai sandaran kami. Bisa dibayangkan rasanya seperti apa..
Sesampainya di Stasiun Malang, masih pukul 10.00 WIB dan kami masih belum bisa check-in penginapan. Lapar membawa kami ke sebuah warung kecil dekat stasiun, warung tersebut menyediakan berbagai makanan berat yang nampaknya sangat cocok untuk makan siang. Dari awal kami mengira pasti makanan di sini mahal dan porsinya sedikit, tapi ternyata wow porsi jumbo datang di hadapan kami. Pelayan yang ramah semakin membuat kami berpikir bahwa warga Malang ramah kepada wisatawan yang datang.

Kami sadar bahwa Malang kini sudah menjadi kota wisata yang banyak diminati wisatawan belakangan ini. Sebagai bukti kecil, di Malang kami bertemu dengan dua teman kami tanpa sengaja. 

Ada satu cerita lagi yang menurut kami cukup lucu sekaligus mengagumkan. Di hari ke dua, kami menyewa motor untuk mengelilingi kota Malang dan Batu.
“mas, totalnya berapa?”
“sama helm jadi Rp. 165.500 mbak”
“Ini mas” (kami memberikan uang senilai Rp. 170.000)
“ambil aja mas kembaliannya”
“ah ndak mbak, ndak, jangan.. ini saya punya lima ratus nya”
“nggak mas nggak usah..”
“ini.. ini..” (sambil menyerahkan uang lima ratus rupiah)
Wah… sepanjang jalan kami membicarakan hal tersebut sambil terheran-heran. Biasanya kalau kita bilang tidak usah dikembalikan, pedagang selalu menjawab “oh iya terimakasih ya mbak”. Berbeda dengan yang satu ini, hahaha meskipun hanya lima ratus rupiah sih..


Sepanjang perjalanan dari kota Malang menuju kota Batu, jalanan sangat mulus untuk dilalui tanpa ada lubang-lubang yang mengganggu.
Salutnya lagi, pada hari itu jalan tersebut dilakukan pengaspalan pada sisi kiri (dari arah Malang) yang jelas-jelas jalan tidak berlubang. Waah kami merasa salut lagi dengan Malang yang semakin memperbaiki kondisi jalan di sana.

Terlepas dari warga dan kondisi jalan di Malang, sesampainya di kota Batu kami mencicipi beberapa kuliner yang terkenal di Jawa Timur yaitu Cwie Mie Malang, Bakwan Malang, Es oyen, Dawet Ayu, Tahu Telur Malang, dan beberapa makanan lainnya.
Lagi-lagi semua makanan di sana memiliki cita rasa yang TOP dengan harga yang bisa dibilang sangat terjangkau bagi pelajar seperti kami. Sungguh di luar dugaan, biasanya makanan yang di jual di tempat-tempat wisata akan dibandrol dengan harga yang melambung untuk wisatawan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, kami putuskan untuk menyudahi perjalanan di kota Batu dan kembali ke penginapan. Di sepanjang jalan, kami tidak melihat satu pun perempuan yang keluar di malam itu. Mungkin perempuan di sana taat peraturan pulang sebelum larut malam hehe. Kami pun merasa tidak enak berkeliaran malam-malam di sana. Tetapi warga sekitar pasti paham kalau kita wisatawan di daerah tersebut.

Banyak lagi hal lainnya yang membuat kami kagum akan kota Malang. Dapat disimpulkan bahwa Pariwisata di Kota Malang tidak banyak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan sekitar, justru banyak sekali pengaruh positif nya, mulai dari perilaku masyarakatnya, kulinernya, sampai dari segi ekonomi pun mempengaruhi. Warga sekitar banyak membuka kios-kios makanan yang nantinya akan dijadikan buah tangan oleh para wisatawan.
Sampai bertemu lagi, Malang! :)

D.A.R

Puisi Inggris dan Terjemahan nya

Halo.. ini adalah salah satu contoh puisi dari WIlliam Blake yang dicantumkan beserta terjemahan nya. Ada dua versi terjemahan, yaitu ter...