Dua bulan lalu, saya bersama teman saya mengunjungi kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Yap.. Malang. Kota yang cukup sejuk ini memang terletak di dataran tinggi sehingga angin pun terasa sepoy-sepoy meskipun di siang hari. Rencana berlibur ke Malang ini memang sudah dibicarakan jauh-jauh hari bersama teman dekat saya. Namun, rencana memang hanya rencana yang awalnya ada sekitar enam orang yang akan pergi, tapi hanya tiga orang lah yang akhirnya mendarat di Malang.
Kereta ekonomi
menjadi pilihan kami, dan ini kali pertama kami menaiki kereta kelas ekonomi
selama 17 jam! Dengan bangku 90o sebagai sandaran kami. Bisa
dibayangkan rasanya seperti apa..
Sesampainya di
Stasiun Malang, masih pukul 10.00 WIB dan kami masih belum bisa check-in penginapan. Lapar membawa kami
ke sebuah warung kecil dekat stasiun, warung tersebut menyediakan berbagai
makanan berat yang nampaknya sangat cocok untuk makan siang. Dari awal kami
mengira pasti makanan di sini mahal dan porsinya sedikit, tapi ternyata wow porsi jumbo datang di hadapan kami. Pelayan
yang ramah semakin membuat kami berpikir bahwa warga Malang ramah kepada
wisatawan yang datang.
Kami sadar bahwa
Malang kini sudah menjadi kota wisata yang banyak diminati wisatawan belakangan
ini. Sebagai bukti kecil, di Malang kami bertemu dengan dua teman kami tanpa
sengaja.
Ada satu cerita
lagi yang menurut kami cukup lucu sekaligus mengagumkan. Di hari ke dua, kami
menyewa motor untuk mengelilingi kota Malang dan Batu.
“mas, totalnya berapa?”
“sama helm jadi Rp. 165.500 mbak”
“Ini mas” (kami memberikan uang senilai Rp.
170.000)
“ambil aja mas kembaliannya”
“ah ndak mbak, ndak, jangan.. ini saya punya
lima ratus nya”
“nggak mas nggak usah..”
“ini.. ini..” (sambil menyerahkan uang lima
ratus rupiah)
Wah… sepanjang
jalan kami membicarakan hal tersebut sambil terheran-heran. Biasanya kalau kita
bilang tidak usah dikembalikan, pedagang selalu menjawab “oh iya terimakasih ya
mbak”. Berbeda dengan yang satu ini, hahaha meskipun hanya lima ratus rupiah
sih..
Sepanjang perjalanan
dari kota Malang menuju kota Batu, jalanan sangat mulus untuk dilalui tanpa ada
lubang-lubang yang mengganggu.
Salutnya lagi,
pada hari itu jalan tersebut dilakukan pengaspalan
pada sisi kiri (dari arah Malang) yang jelas-jelas jalan tidak berlubang. Waah
kami merasa salut lagi dengan Malang yang semakin memperbaiki kondisi jalan di
sana.
Terlepas dari
warga dan kondisi jalan di Malang, sesampainya di kota Batu kami mencicipi
beberapa kuliner yang terkenal di Jawa Timur yaitu Cwie Mie Malang, Bakwan Malang, Es oyen, Dawet Ayu, Tahu Telur Malang, dan
beberapa makanan lainnya.
Lagi-lagi semua makanan di sana memiliki cita rasa yang TOP dengan harga yang bisa dibilang sangat terjangkau bagi pelajar seperti kami. Sungguh di luar dugaan, biasanya makanan yang di jual di tempat-tempat wisata akan dibandrol dengan harga yang melambung untuk wisatawan.
Lagi-lagi semua makanan di sana memiliki cita rasa yang TOP dengan harga yang bisa dibilang sangat terjangkau bagi pelajar seperti kami. Sungguh di luar dugaan, biasanya makanan yang di jual di tempat-tempat wisata akan dibandrol dengan harga yang melambung untuk wisatawan.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 11 malam, kami putuskan untuk menyudahi perjalanan di kota
Batu dan kembali ke penginapan. Di sepanjang jalan, kami tidak melihat satu pun
perempuan yang keluar di malam itu. Mungkin perempuan di sana taat peraturan
pulang sebelum larut malam hehe. Kami pun merasa tidak enak berkeliaran
malam-malam di sana. Tetapi warga sekitar pasti paham kalau kita wisatawan di
daerah tersebut.
Banyak lagi hal
lainnya yang membuat kami kagum akan kota Malang. Dapat disimpulkan bahwa
Pariwisata di Kota Malang tidak banyak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan
sekitar, justru banyak sekali pengaruh positif nya, mulai dari perilaku
masyarakatnya, kulinernya, sampai dari segi ekonomi pun mempengaruhi. Warga
sekitar banyak membuka kios-kios makanan yang nantinya akan dijadikan buah
tangan oleh para wisatawan.
Sampai bertemu
lagi, Malang! :)
D.A.R